PENDIDIKAN
Pengertian
Pendidikan
Pendidikan Dalam arti luas, pendidikan
adalah setiap proses di mana seseorang mem-peroleh pengetahuan (
knowledge acqui-sition ), mengembangkan kemampuan/keterampilan (skills
developments) sikap atau mengubah sikap ( attitute change ). Pendidikan
adalah suatu proses trans-formasi anak didik agar mencapai hal _hal
tertentu sebagai akibat proses pendidikan yang diikutinya.
Pendidikan
mempunyai fungsi sosial and individual. Fungsi sosialnya adalah un-tuk
membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif
de-ngan memberikan pengalaman kolektif masa lampau dan kini. Fungsi
individualnya adalah untuk memungkinkan seorang me-nempuh hidup yang
lebih memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk
menghadapi masa depan (penga-laman baru). Proses pendidikan dapat
berlangsung secara formal seperti yang terjadi di berbagai lembaga
pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewat berbagai kontak
dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio
dan sebagainya.
Suatu sistem pendidikan bukan hanya
terdiri dari lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi), tetapi juga
meliputi per-pustakaan, museum, penerbit, dan berbagai agen yang
melakukan transmisi penge-tahuan dan keterampilan
Manajemen
Pendidikan
Walaupun awalnya manajemen diperlukan bagi
organisasi bisnis, dalam per-kembangnya manajemen juga diperlukan dalam
upaya _upaya nir laba seperti seko-lah, lembaga keagamaan, dan
sebagainya. Saat ini literatur mengenai manajemen un-tuk organisasi nir
laba cukup banyak ter-sedia. Bahkan pada beberapa sekolah bisnis ada
matkuliah bahkan spesialisasi dalam manajemen organisasi nir laba. Dalam
kuri-kulum sekolah teologia di Barat bahkan ada matkuliah manajemen
gereja ( churc management ).
Dalam pendidikan,
seorang manajer pendidikan mempunyai tugas mengkoordinasikan berbagai
sumber daya yang dipunyainya seperti guru, sarana dan prasarana sekolah
(perpustakaan, laboratorium, dsb.) untuk mencapai sasaran dari lembaga
pen-didikan yang menjadi tanggung jawabnya.
Universalitas
fungsi manajemen (pe-rencanaan, pengorganisasian, kepemimpin-an dan
pengawasan) dan transferability kemampuan manajemen didukung banyak
pihak. Seorang manajer yang sukses dalam industri tertentu, juga akan
mempunyai peluang sukses di industri lain. Salah satu kasus kontemporer
adalah keberhasilan CEO IBM Louis Gerstner yang direkrut dari perusahaan
penjual biskuit Nabisco. Walaupun memproduksi dan memasarkan komputer
amat berbeda dari biskuit, namun sukses Louis Gerstner membuktikan dalil
transferability kemampuan manajemen. Jauh sebelum Louis Gerstner,
Eisenhower dan McNamara juga mem-buktikan validitas kedua dalil ini.
Keduanya adalah perwira tinggi angkatan bersenjata Amerika Serikat.
Keduanya berhasil dalam pekerjaan non militer.
Keberhasilan
The Wharton School menjadi sekolah bisnis terbaik di Amerika juga
disebabkan karena yang direkrut sebagai dekan bukanlah seorang akademis,
tetapi praktisi bisnis yaitu seorang kon-sultan dari McKinsey . Model
praktisi menjadi dekan sekolah bisnis menjadi semacam trend di Amerika.
Sekolah Bisnis University Maryland dan Darden School dari The University
of Virginia juga merekrut praktisi manajemen sebagai dekan mereka.
Berdasarkan
observasi, dapat dihi-potesakan bahwa kualitas manajemen ter-baik
berada dalam sektor bisnis. Mana- jemen non bisnis masih jauh dari baik.
Dalam hal ini manajemen sekolah/ pen-didikan, saya berpendapat secara
umum bahwa hal ini masih jauh dari baik. Sekolah yang menyelenggarakan
manajemen pen-didikan yang baik mungkin dapat dihitung dengan jari.
Dunia
pendidikan dapat belajar banyak dari para praktisi manajemen (manajer)
di dunia bisnis. Para manajer bisnis dapat mentransfer kemampuannya
untuk mem-perbaiki manajemen pendidikan.
Beberapa
Isu
Sasaran Pendidikan: Aspek afektif
Manajemen
Guru
Peningkatan Pengawasan
Manajer
Pendidikan
Aliansi Antarsekolah
Partisipasi
Manajer Bisnis
Manajer di Sekolah
Mengimbangi
krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai educator
dan administrator, melainkan juga harus berperanan sebagai manajer dan
supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu. Indikasinya ada pada
iklim kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta
berprestasi. Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan
penggunaan sumber daya yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien
dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah
bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala
sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur keberhasilannya. Pada
prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan
di perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan.
Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari
yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak berpengalaman menjadi
berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa. Sedangkan sasaran
manajemen perusahaan itu pada kualitas produksi benda-benda mati. Jadi,
manajemen sekolah berandil kuat pada pembentukan kualitas manusia yang
merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang telah
teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran
harus segera diobati dengan mengedepankan wacana kualitas kepala
sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala sekolah bukan pada
kata-kata para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.
Para ahli manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland
& Robert E. Hoslisson (1997,18) melihat bahwa salah satu input
strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang
berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi.
Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat
diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah tergantung pada teknik
mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan
yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta
didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang
kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa. Tujuh kegiatan
pokok yang harus diemban kepala sekolah yakni merencanakan,
mengorganisasi, mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran,
mengkoordinasi, memantau serta menilai/evaluasi. Melalui kegiatan
perencanaan terjawablah beberapa pertanyaan: Apa yang akan, apa yang
seharusnya dan apa yang sebaiknya? Hal ini tentu berkaitan dengan
perencanaan reguler, teknis-opersional dan perencanaan strategis (jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Kepala sekolah mulai
menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya sudah dikaji secara
bersama-sama. Dalam kegiatan perencanaan, garapan bidang sasaran itu
dibagi, dipilah, dikelompokkan serta diprioritaskan. Pusat perhatian dan
pemikiran tertuju kepada pertanyaan: Bagaimana membagi, memilah dan
mengelompokkan sasaran itu sehingga dapat diselesaikan? Tentu saja atas
hasil pertimbangan partisipatif yang menghengkangkan persepsi keliru
mengenai "meeting sama dengan pemberitahuan".
Guru
dan Siwa adalah Mitra Kepala Sekolah
Penggunaan School Based
Management ( Manajemen Berbasis Sekolah ) oleh Pemerintah Indonesia
dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi
yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu berarti sekolah diberikan
keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif.
Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat
dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi
sekolah, termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik.
Kepala sekolah akan berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda
karakter. Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh
akan hakikat manusia. McGregor (1960) berasumsi bahwa manusia tidak
memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi
tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia
mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah
menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan
memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk
memotivasi guru-guru dan para siswa. Selain itu berlandaskan teori
Maslow (1943), kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru
dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda.
Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni
interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang.
Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih
keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan
kesempatan, bukannya otoriter dan "semau gue". Demi
kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya
pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya
yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka
menindaklanjutinya.
Sekolah dan Wajah Kepala Sekolah
Dalam hal kekurangberhasilan wajah sekolah mungkin tepat
dilekatkan pada kepala sekolah. Bahkan bukan sekedar melekatkan
melainkan suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala sekolah. Ibarat
nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudera, kepala
sekolah mengatur dan memanajemeni segala sesuatu yang ada di sekolah.
Dengan demikian, yang harus bertanggung jawab atas kandasnya sebuah
sekolah dan gagalnya peserta didik adalah kepala sekolah. Apabila
sekolah menuai keberhasilan maka kinerja kepala sekolah telah terukur.
Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan batin, yakni dihargai,
diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda kemajuan bagi kepala
sekolah. Nahkoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para penumpang
pada wilayah tujuan yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan
betah bila berada di sekolah. Proses pembelajarannya telah menjadikan
peserta didik lebih manusiawi dan semakin menemukan diri mereka sendiri.
Para guru mempunyai sense of belonging yang tinggi akan sekolah.
Kualitas sekolah dirajut dan dipertahankan. Bukan tidak mungkin hal-hal
itu secara tidak langsung memikat para pengembara idealis untuk
memasukkan anak-anaknya pada sekolah yang bermutu itu. Namun
keberhasilan itu bukan semata keberhasilan kepala sekolah melainkan
keberhasilan semua orang yang terlibat dalam kegiatan manajemen sekolah.
Sebagai satu kesatuan, para penggarap manajemen telah mampu menunjukkan
kerja yang kualitatif dan kooperatif. Keberhasilan masing-masingnya
adalah juga keberhasilan kepala sekolah. Wajah sekolah ada pada kepala
sekolah.
Pola lama Menuju Pola baru
-
Subordinasi ------> - Otonomi
- Pengambilan
keputusan terpusat ------> - Pengambilan keputusan partisipasi
-
Ruang gerak kaku ------> - Ruang gerak luwes
-
Pendekatan birokratik ------> - Pendekatan Profesional
-
Sentralistik ------> - Desentralistik
- Diatur
------> - Motivasi diri
- Overregulasi ------> -
Deregulasi
- Mengontrol ------> - Mempengaruhi
-
Mengarahkan ------> - Memfasilitasi
- Menghindar
Resiko ------> - Mengelola resiko
- Gunakan uang
semuanya ------> - Gunakan yang seefisien mungkin
-
Individu yang cerdas ------> - Informasi terbagi
-
Informasi terpribadi ------> - Pemberdayaan
-
Pendelegasian ------> - Organisasi datar- Organisasi herarkis
Selanjutnya,melalui
penerapan MBS akan nampak karakteristik lainnya dari profil sekolah
mandiri, di antaranya sebagai berikut :
1. Pengelolaan
sekolah akan lebih desentaristik 2. Perubahan sekolah akan lebih
didorong oleh motivasi internal dari pada diatur oleh luar sekolah. 3.
Regulasi pendidkan menjadi lebih sederhana. 4. Peranan para pengawas
bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi.dari mengarahkan menjadi
menfasilitasi dan dari menghindari resiko menjadi mengelola resiko. 5.
Akan mengalami peningkatan manajemen. 6. Dalam bekerja, akan menggunakan
team work 7. Pengelolaan informasi akan lebih mengarah kesemua
kelompok kepentingan sekolah 8. Manajemen sekolah akan lebih menggunakan
pemberdayaan dan struktur organisasi akan lebih datar sehingga akan
lebih sederhana dan efisien
Selanjutnya
dilihat dari sumber daya manusia sekolah yang mandiri memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Pekerjaan adalah
miliknya 2. Bertanggung jawab 3. Memiliki kontribusi terhadap
pekerjaannya 4. Mengetahui poisisi dirinya dan memiliki kontrol terhadap
pekerjaannya 5. Pekerjaan merupakan bagian hidupnya.
Dalam
upaya menuju sekolah mandiri, terlebih dahulu kita perlu menciptakan
sekolah yang efektif. Ciri sekolah yang efektif adalah sebagai berikut:
1.visi
dan misi yang jelas dan target mutu yang harus sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan secara lokal. 2. Sekolah memiliki output yang
selalu meningkat setiap tahun. 3. Lingkungan sekolah aman, tertib, dan
menyenangkan bagi warga sekolah. 4. Seluruh personil sekolah memiliki
visi, misi, dan harapan yang tinggi untuk berprestasi secara optimal. 5.
Sekolah memiliki sistem evaluasi yang kontinyu dan komprehensif
terhadap berbagai aspek akademik dan non akademik.
Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat
sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu
yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang
menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa
tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan
sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan
organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa
kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang
meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban
dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.
Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat
dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut
dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi
diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi,
mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses
perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas
manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya
organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang
berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik
dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga
penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya
khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.Demikian komleksnya organisasi tersebut,
maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh
sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika
internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang
semakin berkembang.
Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi
didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its
customary and traditional way of thinking and doing of things, which
shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new
members must learn, and at least partially accept, in order to be
accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada
tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:
Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif
Kebudayaan itu ditanamkan
Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan
kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal
atau pola perilaku
Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu,
memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya
Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah
konsistensi dalam setiap kebudayaan
Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi
definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah
ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses
belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok
eksternal dan integrasi kelompok internal.
Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya
organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh
anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief),
norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari
organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah
pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan
yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik
yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan
antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh
pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi
ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan
tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan
bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat
memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang
diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga
merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan
bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan
dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan
Tanggung Jawablembaga pendidikan yang berkyualitas menekankan perlunya
kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap
pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas,
dan ruangan perpustakaan.
1. Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah
suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan
uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23).
2. Pengertian Personil Sekolah
Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun
Administrasi Personil, 1983, 19).
3. Fungsi Sekolah
Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran
antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah
Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah
terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan
pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar
berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara
Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal
antara lain:
Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang
serius dari pimpinan.
Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan
Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan
oleh pimpinan.
Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan
kemauan personil.
Pemimpin bertindak sebagai motivator
Pemimpin bertindak sebagai dinamisator
Menciptakan kerja sama yang harmonis
Menghindari konflik antara personil
Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa
membeda-bedakan individual.
Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah
Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging).
Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan
kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan
tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur
hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang
akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji
meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang
tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah
terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah
besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara.
Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus
mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang
amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran
dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat tinding tebal
sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu?
Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani
Revolusioner.
Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita
keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental
mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi
dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan
untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan
pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang
intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya
Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009
nanti.
Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama
warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi
Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi
alternative pemimpin 2009 nanti, kemudian di hadirkan sebagi upaya
mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum
tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada
konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45,
menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan
keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek
keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang
berorientasi pada properubahan.
Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar
bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi
Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan
tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11) dengan lantang
meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya
pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu
kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini
dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer
kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda
dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah
kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk
menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan,
pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini?
Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat
kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta
sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan
kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika
yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapat-pendapat
fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum
tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum
muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah
jawabannya.
Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa
peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 nanti, namu muncul
pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik
untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya
tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang
mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan
yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang
tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul
dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap
kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit
diperjuangkan.
Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi
prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada
dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasionalhanya dimungkinkan
dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan
pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum.
Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai
Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua
pimpinan dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh
muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai.
Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan
menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur
Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh
tua yang sudah ada.
Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik
dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh
partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa
melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap
antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk
menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih
mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang
merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin
banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai,
kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokoh-tokoh
kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.
MANAJEMEN PEDIDIKAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang
lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu
mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang
kepemimpinan, yaitu
Pertama, mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam
organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya,
agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang
yang memimpinnya. Motivasi o-rang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi
ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang
mendorongnya untuk berperi-laku tertentu.
Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang
motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal
dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan
sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. Kepemimpinan
yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi
anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan
mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi
perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap
melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan
kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik,
maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan.
Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk
memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan
mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik,
yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan
tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing
secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai
organisasi.
Kedua, kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau
berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang
ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk
saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama.
Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu
menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan
peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam
kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok
maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya
kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan
MMT.
Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan,
mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta
menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini
bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh
orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu
untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya.
Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat
penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk
menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau
memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu
keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang
dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih
bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.
PENGARUH KEPEMIMPINAN
1 Pengertian Pengaruh Kepemimpinan
Perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi antara bawahan dan
atasan (pimpinan dan yang dipimpin). Pemimpin harus mampu memperngaruhi
bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. dosen
IKIP Bandung Buku kepemimpinan terbitan 1985, hal 27. Bahwa kepemimpinan
artinya kemampuan untuk mempengaruhi bawahan untuk mengikuti atasan.
Hal yang mengakibatkan memiliki pengaruh antara lain pengetahuan,
pengalaman, wibawa, kharisma serta jabatan. 2.2 Tugas kepemimpinan
Penyelenggaraan manajemen sekolah merupakan tugas pemimpin sekolah, inti
dari manajemen sekolah adalah manajemen (Drs. NA Amatembun IKIP Bandung
dalam bukunya Dasar manajemen Sekolah Jilid I, terbitan 1981, hal 38).
Dengan demikian tugas pemimpin adalah melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen seperti :
Perencanaan
Pengorganisasian
Penetapan staf-staf pembantu pelaksana kegiatan
Memberikan pengarahan bimbingan dan pembinaan
Mengadakan pengawasan untuk mengatasi penyimpangan
Melaksanakan penilaian untuk mengukut keberhasilan
Semua fungsi manajemen diaplikasikan dalam program penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
1. Wewenang Pemimpin
Kekuasaan yang dibebankan kepada diri seseorang pemimpin sesuai dengan
objek dalam kepemimpinannya.
2. Hak Pemimpin
Pemimpin formal mempunyai hak-hak yang perlu disahkan atas ketentuan
hukum yang berlaku antara lain:
Hak memperoleh SK dari jabatan yang berwenang
Hak memperoleh jaminan atas jabatan
Hak mendapat imbalan atas dasar tugas dan tanggung jawab
Hak melakukan tugas kepemimpina n kepada bawahan
3. Kewajiban Pemimpin
Pemimpin adalah jabatan dan jabatan adalah kepercayaan kewajiban
pemimpin adalah mempertahankan kepercayaan untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan dan kepercayaan itu perlu dipertanggung jawabkan kepada diri
sendiri, masyarakat, dan bangsa serta kepada Allah SWT.
4. Tanggung Jawab Pemimpin
Tanggung jawab adalah keberanian menanggung resiko yang terjadi akibat
perbuatan dan tindakan yang dikerjakan, bawahan sebenarnya hanya
membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah maju mundurnya pendidikan
merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah sama halnya seperti dalam
keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya
dalammelaksanakan kehidupan berumah tangga.
2. Tujuh hal mendasar yang perlu dikuasai Untuk kepemimpinan mutu
MMT dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang
pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh
kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk
membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu
kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan
untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh
mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.
1. Filosofi Organisasi
Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban
ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik
oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu
organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah
mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke
tujuan yang seharusnya.
2. V i s i
Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ?
Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke
depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya
itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan
bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana,
serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya
berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat
memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.
3. M i s i
Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita
lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan
visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ?
Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi
atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan
tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik
dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat
memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.
4. Nilai-nilai (values)
Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi
sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang
lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut.
Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah
nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang
kepemimpinan MMT.
5. Kebijakan (policy)
Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam
organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus
dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan.
Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan
kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu
seperti yang diinginkan oleh organisasi.
6. Tujuan-tujuan Organisasi :
Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang
dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi
memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi
itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.
7. Metodologi
Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam
bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan
bukan detil-detil teknik kerja.
Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam
implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana
strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara
spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi,
sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang
diinginkan.
C. Pengertian Kepemimpinan MMT
Untuk menerapkan MMT dalam suatu organisasi diperlukan adanya
kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak
untuk meraih mutu. MMT diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas
organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja
dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan
kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. MMT juga
mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis,
artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan
terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu MMT
memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus
seperti yang akan dibahas berikut ini
1. Fokus pada Kelompok.
Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang
memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada
individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam
kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang
dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap
ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja
kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha
memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik
teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.
2. Melimpahkan wewenang untuk membuat keputusan.
Kepemimpinan MMT tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala
hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau
dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada
ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan
terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan
secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang
sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah
yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi
lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan.
3. Merangsang kreativitas.
Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan
barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya
perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik
jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan
terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh
pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab
kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu
merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang
dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan
menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak
selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat
menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang
dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun
asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat
tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide
yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.
4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan berinovasi.
Seorang pimpinan MMT selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu
bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih
baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam
organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu
menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu
semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat
sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang
pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama
yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah
organisasi maupun oleh para pe-langgannya.
5. Memikirkan program penyertaan bersama.
MMT selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam
unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan
sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama,
dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya
sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit
itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan MMT. Dasarnya adalah
pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan
ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset
terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus
dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan
organisasi.
6. Bertindak proaktif.
Pemimpin MMT selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan
an-tisipatif. Pemimpin MMT tidak hanya bertindak reaktif yang mulai
mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif
selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa
yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan
konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara
untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha
meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam
pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan
sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara
me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang
reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat
menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.
7. Memperhatikan sumberdaya manusia.
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling
utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM
harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan MMT dalam arti
selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya
selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat
itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya.
Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang
bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu
direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran
sesuai keperluan dan situasi.
8. Bicara tentang adanya persaingan ketat.
Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi
dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu
tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang
kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu
sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu
menurut MMT. Pimpinan dalam MMT dianjurkan melakukan pem-bandingan
dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu
organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking.
Pimpinan MMT selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan
kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain.
Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin
menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu
berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan
pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya
akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih
tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. MMT dikembangkan untuk
memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan MMT selalu harus
menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang
dalam organisasinya.
9. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi.
Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku
orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan
rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina
oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh
organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan
perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar,
kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan
bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap
dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya
organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi
itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim
organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan
budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan
sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi
lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian
rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang
lain.
10. Kepemimpinan yang tersebar.
Pemimpin MMT tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi
akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya
me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang
pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan
pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi
tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau
bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan
kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan
itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian
ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi
sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki
kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai
melalui penerapan MMT yang baik dan benar, dan setelah melalui proses
pembinaan yang panjang.
Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan MMT
semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana
kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan
yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk
meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan
di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang
terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang
normatif dari semua unsur pimpinan.
Orientasi studi manajemen pendidikan masih cenderung melihat
sesuatu yang tampak di mata (tangible), kurang memperhatikan sesuatu
yang tidak kelihatan (intangible) seperti nilai, tradisi dan norma yang
menjadi budaya organisasi, dan ada di dalam sebuah organisasi. Beberapa
tahun terakhir orangbanyak beranggapan bahwa strategi, struktur, dan
sistem adaah fokus dan faktor yang menjadi pendorong kusuksesan
organisasi. Namun menurut Ouchi (1983) dan Key (1999) menyatakan bahwa
kesuksesan organisasi justru terletak pada budaya organisasi yang
meliputi nilai, tradisi, norma, yang direkat oleh kepercayaan, keakraban
dan tanggung jawab yang menentukan kesuksesan organisasi.
Sedangkan menurut Basri (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat
dijadikan sebagai kekuatan organisasi apabila budaya organisasi tersebut
dikelola dengan baik. Untuk dapat mengelola budaya organisasi
diperlukan pimpinan yang transformatif, memahami filosofi organisasi,
mampu merumuskan visi, misi organisasi, dan menerapkannya melalui proses
perencanaan organisasi.Dalam tulisan ini akan diulas secara ringkas
manajemen pendidikan dilihat dari perspektif nilai dan budaya
organisasi, walaupun banyak hal yang bisa dilihat dari sudut padang
berbeda. Pendekatan nilai dan budaya organisasi ini cenderung lebih
mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.
Organisasi lembaga pendidikan adalah suatu organisasi yang unik
dan kompleks karena lembaga pendidikan tersebut merupakan suatu lembaga
penyelenggara pendidikan. Tujuannya antara lain adalah menyiapkan
peserta didik menjadi anggota masyaraat yang memiliki kemampuan akademik
dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, memperkya
khanazah ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian, serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan
memperkaya kebudayaan nasional.Demikian komleksnya organisasi tersebut,
maka dalam memberikan layanan pendidikan kepada siswa khususnya dan
masyarakat pada umumnya organisasi perlu dikelola dengan baik. Oleh
sebab itu lembaga pendidikan perlu menyadari adanya pergeseran dinamika
internal (perkembangan dan perubahan peran) dan tuntutan eksternal yang
semakin berkembang.
Menurut Jacques (1952) yang dikutip Hasri (2004), budaya organisasi
didefinisikan sebagai berikut:“the culture of the factory is its
customary and traditional way of thinking and doing of things, which
shared to a greater or lesser degree by all its member, and which new
members must learn, and at least partially accept, in order to be
accepted into service in the firm” Sedangkan menurut Manan (1989) ada
tujuh karakteristik budaya dasar yang bersifat universal yaitu:
Kebudayaan itu dipelajari bukan bersifat instingtif
Kebudayaan itu ditanamkan
Kebudayaan itu bersifat gagasan (idetional0, kebiasaan-kebiasaan
kelompok yang dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma ideal
atau pola perilaku
Kebudayaan itu sampai pada suatu tingkat meuaskan individu,
memuaskan kebutuhan biologis dan kebutuhan ikutan liannya
Kebudayaan itu bersifat integratif. Selalu ada tekanan ke arah
konsistensi dalam setiap kebudayaan
Kebudayaan itu dapat menyesuaikan diri.Schein (1985) memberi
definisi bahwa budaya organisasi adalah pola asumsi dasar yang telah
ditemukan suatu kelompok, ditentukan, dan dikembangkan melalui proses
belajar untuk menghadapi persoalan penyesuaian (adaptasi) kelompok
eksternal dan integrasi kelompok internal.
Pendapat lain tentang budaya organisasi menyatakan bahwa budaya
organisasi mengacu pada suatu sistem pemaknaan bersama yang dianut oleh
anggota organisasi dalam bentuk nilai, tradisi, keyakinan (belief),
norma, dan cara berpikir unik yang membedakan organisasi itu dari
organisasi lainnya (Ouchi, 1981).Berdasarkan berbagai definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi di lembaga pendidikan adalah
pemaknaan bersama seluruh anggota organisasi di suatu lembaga pendidikan
yang berkaitan dengan nilai, keyakinan, tradisi dan cara berpikir unik
yang dianutnya dan tampak dalam perilaku mereka, sehingga membedakan
antara lembaga pendidikan dengan lembaga pendidikan lainnya.
Terbentunya sikap saling percaya bahwa kepercayaan yang diberikan oleh
pimpinan kepada bawahan akan memberikan daya rekat (social glue), tetapi
ada beberapa karyawan yang tidak bisa mengemban amanah kepercayaan
tersebut. Beberapa datang tidak tepat waktu, karena mereka beranggapan
bahwa pimpinan mereka kurang layak menjadi pemimpin (tidak dapat
memimpin jalannya sidang/rapat). Keakraban Disamping kepercayaan yang
diberikan pimpinan kepada karyawan, keakraban sesama karyawan juga
merupakan hal yang menonjol dalam lembaga pendidikan. Fakta membuktikan
bahwa pekerjaan yang tidak dapat diselesaikan oleh seorang karyawan akan
dibantu karyawan lain yang mempunyai kelonggaran waktu. Kejujuran dan
Tanggung Jawablembaga pendidikan yang berkyualitas menekankan perlunya
kejujuran dan tangggung jawab. Tanggung jawab karyawan terhadap
pekerjaannya terlihat dari kebersihan lingkungan, piket, ruangan kelas,
dan ruangan perpustakaan.
1. Pengertian Kinerja
Kinerja (performance) atau prestasi kerja atas pencapaian kerja adalah
suatu kemampuan yang diukur berdasarkan pelaksanaan tugas sesuai dengan
uraian tugasnya (Notomirjo, 1992, 23).
2. Pengertian Personil Sekolah
Personil sekolah adalah orang-orang yang terlibat dalam proses
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. (Drs. NA Ametembun
Administrasi Personil, 1983, 19).
3. Fungsi Sekolah
Sekolah adalah lembaga resmi yang menyelenggarakan proses pembelaaran
antara guru dan murid sehingga timbul interaksi alammenambah
pengetahuan, keterampilan dan sikap.
4. Upaya Meningkatkan Kinerja Personil Sekolah
Usaha yang paling menentuka dalam meningkatkan kinerja personil sekolah
terletak pada kepemimpinan sekolah, pemimpin harus mampu memberikan
pengaruh agar semua bawahan guru-guru dan staff tata usaha agar
berpartisipasi aktif secara maksimal dalam pencapaian tujuan secara
Pengaruh pemimpin agar para personil berpartisipasi secara maksimal
antara lain:
Kesejahteraan baik lahir maupun batin memperoleh perhatian yang
serius dari pimpinan.
Pemecahan permasalahan dilandasi oleh sikap keterbukaan
Pengakuan dan penghargaan atas prestasi kerja personil diperhatikan
oleh pimpinan.
Penerapan manajemen sekolah didasari atas kemampuan, kesanggupan dan
kemauan personil.
Pemimpin bertindak sebagai motivator
Pemimpin bertindak sebagai dinamisator
Menciptakan kerja sama yang harmonis
Menghindari konflik antara personil
Arif, bijaksana bila mengambil keputusan bagi setiap personil tanpa
membeda-bedakan individual.
Hilangkan sikap suka dan tidak suka terhadap personil sekolah
Menciptakan rasa persaudaraan (sense of belonging).
Sumpah Pemuda 28 oktober 1928 adalah menjadi tonggak kebangkitan
kaum muda untuk berikar tentang satu Indonesia. Dimana pemaknaan
tersebut makin kabur, seakan-akan proyek nasoinalisme telah terkubur
hari ini. Cita-cita Indonesia antara masa lalu, saat ini, dan masa yang
akan datang hendak ditakar dengan takaran yang sama. Janji-janji
meningkatkan kesejahteraan rakyat hannya sebatas wancana-wancana yang
tak kunjung implementasinya. Sepertinya Indonesia selesai setelah
terlepas dari belenggu penjajahan dan berdaulat secara politik. Salah
besar jika pemikiran kolektif ini terus terpelihara.
Keindonesaiaan adalah proyek yang terus bergerak, Indonesia harus
mempunyai pandangan logika kepentingan masa yang berbeda. Musuh yang
amat nyata saat ini kemiskian, ketidakadilan, kebodohan, pengangguran
dan korupsi. Inilah wajah Indonesia yang telah membuat tinding tebal
sampai hari ini. Apakah ada cara untuk membongkar dinding tebal itu?
Satu-satunya jalan adalah Pemimpin yang mempunyai jiwa pemberani
Revolusioner.
Opini-opni fakta, dimana kaum tua gagal dalam meneguhkan cita-cita
keindonesiaan yang moderen. Warisan kultur Orde baru masih sangat kental
mempengaruhi cara kepemimpinan politik kaum tua, bahkan ide reformasi
dan demokratisasi pun gagal yang ditafsirkan kedalam bentuk kebijakan
untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat kecil. Pemilu gagal melahirkan
pemimpin yang revolusioner seperti Hugo Chves yang berani menentang
intervensi Amerika dalam politik dan ekonomi di Venezuela. Idealnya
Tokoh-tokoh seperti ini yang harus di tampilakan dalam pemilu 2009
nanti.
Selama ini pemilu hanya di dominasi oleh kaum tua dan wajah-wajah lama
warisan Orde Baru, alhasil tidak menjadi obat yang mujarab bagi
Indonesia hari ini. Maka wancana kepemimpinan kaum muda menjadi
alternative pemimpin 2009 nanti, kemudian di hadirkan sebagi upaya
mengembalikan proyek-proyek keindonesiaan yang gagal dipimpin oleh kaum
tua. Cita-cita berbangsa dan bernegara hendak diarahkan kembali pada
konsep mulianya, seperti yang dipertegas dalam pembukaan UUD 45,
menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia,
melindunggi bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaiyan abadi dan
keadilan sosilal. Pembukaan UUD 1945 merupakan puncak dari proyek
keindonesiaan, untuk menciptakannya diperlukan pemimpin yang yang
berorientasi pada properubahan.
Pada perayaan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2007 lalu, melahirkan iklar
bersama: saatnya kaum muda memimpin tokoh-tokoh muda seperti Sukardi
Rinakit, Faisal Basri, Yudi Latif, Ray Rangkuti, Efendi Ghazali dan
tokoh-tokoh kaum muda lainnya (lihat Tempo Sabtu,3/11) dengan lantang
meneriakan kebangkitan kaum muda dan masyarakat luas merindukan hadirnya
pemimpin muda. Jelas bawha pendeklarasian ikrar oleh kaum muda dipicu
kekecewaan yang mendalam yang melihat pemerintahan yang selama ini
dipimpin oleh kaum tua yang tidak bervisi, dan penuh dengan atmosfer
kepentingan. Sebelum kita beranjak lebih jauh kepemimpinan kaum muda
dalam politik praktis, muncul satu pertanyaan yang mendasar apakah
kepemimpinan kaum muda nantinya bisa meramu suatu solusi untuk
menyelamatkan Indonesia dari kemiskian, ketidakadilan, kebodohan,
pengangguran dan korupsi yang menjadi potret kelam wajah negeri ini?
Berbicara tentang kombinasi yang seharusnya harmonis, idealnya semangat
kaum muda di kombinasikan dengan pengalaman kaum tua sehingga tecipta
sutu dialong-dialong yang bersiat emansipatoris antara kaum muda dan
kaum yang berpengalaman, sehingga nantinya tercipata sutu dilalektika
yang menuju Indonesia baru. Namun hal ini tidak mudah, pendapat-pendapat
fakta, komunikasi kedua kaum ini tidak sejalan, karena arogansi kaum
tua, mereka mengklaim kaum tua yang lebih berpengalaman, sedangan kaum
muda penuh dengan keidialisannya. Meski terkesan klise dialog adalah
jawabannya.
Krisis kepercayaan intelektual kepemimpnan kaum tua telah membawa
peluang kaum muda untuk melangkah pada pemilu 2009 nanti, namu muncul
pesimisme munkinkah pemilu 2009 melahirkan seorang pemimpin muda politik
untuk menjadi Presiden. Tantangan-tantangan yang menghalagi tampilnya
tokoh-tokoh muda alternative adalah minimnya partai-partai yang
mendukung ide kepemimpinan kaum muda, ini merupakan pokok permasalahan
yang krusial. Jaringan-jaringan yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
adalah lebih didominasi oleh aktivis-aktivis yang independent yang
tidak brfaliasi dengan partai-partai politik. Permasalahan ini muncul
dikarenakan kurangnya respon oleh tokoh-okoh partai politik terhadap
kepemimpinan kaum muda, sehingga kepemimpinan kaum muda agak sulit
diperjuangkan.
Dalam system politik yang dihegomonikan partai, memang terasa sulit bagi
prodemokrasi untuk melakukan revolusi pemerintahan, karena tidak ada
dukungan dari partai sebab di dalam konsesus nasionalhanya dimungkinkan
dilakukan partai politik untuk berhak mengajukan calon-calon pimpinan
pimpinan untuk dipilah dalam pemelihan umum.
Melihat partai-partai yang hegomoni seperti Partai golkar, Partai
Demokrasi Perjuangan Indonesia, dan Partai Demokrat dimana pucuk ketua
pimpinan dipegang oleh kaum-kaum tua, sulit sekali buat memajukan tokoh
muda alternative, baik didalm tubuh partai maupun di luar partai.
Minimnya partai-partai yang yang pro terhadap pimpinan muda akan
menyulitkan masyarakat yang pro terhadap kepemimpinan kaum muda
melakukan perubahan. Seperti yang dikatakan tokoh politik Abdul Gafur
Sangaji, partai-partai hanya melakuakn daur ulang terhadap tokoh-tokoh
tua yang sudah ada.
Tokoh-tokoh prodemokrasi sangat kecewa dengan partai-partai politik
dikarenakan tidak tersedianya space bagi tokoh-tokoh muda didalam tubuh
partai maupun di luar partai ini menyulitkan tokoh-tokoh muda untuk bisa
melakukan perubahan, terlebih lagi tokoh-tokoh prodemokrasi bersikap
antipartai yang mana lebih menyulitkan lagi untuk tokoh-tokoh muda untuk
menjadi pemimpin alternative. Seharusnya tokoh-tokoh prodemokrasi lebih
mendekatkan diri pada partai politik, karena partai politiklah yang
merupakan isatu-satunya demokrasi yang bisa mencapai kekuasaan. Semakin
banyaknya aktivis demokrasi yang menyebar kedalam tubuh partai,
kemungkinan besar peluang kekuasaan dipegang oleh tokoh-tokoh
kepemimpinan muda untuk membawa negeri ini ke jalur mulianya.
MANAJEMEN PEDIDIKAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang
lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu
mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang
kepemimpinan, yaitu
Pertama, mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam
organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya,
agar mau berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang
yang memimpinnya. Motivasi o-rang untuk berperilaku ada dua macam, yaitu
motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi
ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang
mendorongnya untuk berperi-laku tertentu.
Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar. Sedang
motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal
dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan
sendiri untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya. Kepemimpinan
yang merupakan faktor eksternal tadi, harus selalu dapat memotivasi
anggota organisasi perguruan tinggi untuk melakukan perbaikan-perbaikan
mutu. Tetapi kalau setiap kali dan dalam setiap hal harus memberi
perintah atau pengarahan, itu akan menimbulkan kesulitan. Kalau setiap
melakukan pekerjaan dengan baik itu harus dengan perintah pimpinan, dan
kalau tidak ada perintah pimpinan tidak dilakukan pekerjaan dengan baik,
maka perbaikan mutu kinerja yang terus menerus akan sulit diwujudkan.
Oleh karena itu MMT mengajarkan agar kepemimpinan itu selain untuk
memberi pengarahan atau perintah tentang hal-hal yang perlu ditingkatkan
mutunya, juga perlu digunakan untuk menumbuhkan motivasi intrinsik,
yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlunya setiap orang dalam perguruan
tinggi itu selalu berupaya meningkatkan mutu kinerjanya masing-ma-sing
secara individual maupun bersama-sama sebagai kelompok ataupun sebagai
organisasi.
Kedua, kepemimpinan harus diarahkan agar orang-orang mau
berkerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi perilaku yang
ditimbulkan oleh kepemimpinan itu berupa kesediaan orang-orang untuk
saling bekerjasama mencapai tujuan organisasi yang disepakati bersama.
Dalam implementasinya kepemimpinan MMT yang berhasil adalah yang mampu
menumbuhkan kesadaran orang-orang dalam perguruan tinggi untuk melakukan
peningkatan-peningkatan mutu kinerja dan terciptanya kerjasama dalam
kelompok-kelompok untuk meningkatkan mutu kinerja masing-masing kelompok
maupun kinerja perguruan tinggi secara terpadu. Adanya
kerjasama-kerjasama kelompok merupakan salah satu kunci keberhasilan
MMT.
Dalam proses tersebut pimpinan membimbing, memberi pengarahan,
mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta
menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini
bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh
orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu
untuk dapat meningkatkan mutu kinerjanya.
Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat
penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan untuk
menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus bermutu, atau
memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah suatu
keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang
dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih
bermutu. Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.
PENGARUH KEPEMIMPINAN
1 Pengertian Pengaruh Kepemimpinan
Perubahan yang terjadi akibat interaksi yang terjadi antara bawahan dan
atasan (pimpinan dan yang dipimpin). Pemimpin harus mampu memperngaruhi
bawahan, hal ini sesuai dengan pendapat R. Iyeng Wiraputra, M.Sc. dosen
IKIP Bandung Buku kepemimpinan terbitan 1985, hal 27. Bahwa kepemimpinan
artinya kemampuan untuk mempengaruhi bawahan untuk mengikuti atasan.
Hal yang mengakibatkan memiliki pengaruh antara lain pengetahuan,
pengalaman, wibawa, kharisma serta jabatan. 2.2 Tugas kepemimpinan
Penyelenggaraan manajemen sekolah merupakan tugas pemimpin sekolah, inti
dari manajemen sekolah adalah manajemen (Drs. NA Amatembun IKIP Bandung
dalam bukunya Dasar manajemen Sekolah Jilid I, terbitan 1981, hal 38).
Dengan demikian tugas pemimpin adalah melaksanakan fungsi-fungsi
manajemen seperti :
Perencanaan
Pengorganisasian
Penetapan staf-staf pembantu pelaksana kegiatan
Memberikan pengarahan bimbingan dan pembinaan
Mengadakan pengawasan untuk mengatasi penyimpangan
Melaksanakan penilaian untuk mengukut keberhasilan
Semua fungsi manajemen diaplikasikan dalam program penyelenggaraan
pendidikan di sekolah.
1. Wewenang Pemimpin
Kekuasaan yang dibebankan kepada diri seseorang pemimpin sesuai dengan
objek dalam kepemimpinannya.
2. Hak Pemimpin
Pemimpin formal mempunyai hak-hak yang perlu disahkan atas ketentuan
hukum yang berlaku antara lain:
Hak memperoleh SK dari jabatan yang berwenang
Hak memperoleh jaminan atas jabatan
Hak mendapat imbalan atas dasar tugas dan tanggung jawab
Hak melakukan tugas kepemimpina n kepada bawahan
3. Kewajiban Pemimpin
Pemimpin adalah jabatan dan jabatan adalah kepercayaan kewajiban
pemimpin adalah mempertahankan kepercayaan untuk melaksanakan tugas yang
dibebankan dan kepercayaan itu perlu dipertanggung jawabkan kepada diri
sendiri, masyarakat, dan bangsa serta kepada Allah SWT.
4. Tanggung Jawab Pemimpin
Tanggung jawab adalah keberanian menanggung resiko yang terjadi akibat
perbuatan dan tindakan yang dikerjakan, bawahan sebenarnya hanya
membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawab seorang pemimpin. Dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah maju mundurnya pendidikan
merupakan tanggung jawab pimpinan sekolah sama halnya seperti dalam
keluarga, kepala keluarga bertanggung jawab atas anggota keluarganya
dalammelaksanakan kehidupan berumah tangga.
2. Tujuh hal mendasar yang perlu dikuasai Untuk kepemimpinan mutu
MMT dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu yang
pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh
kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk
membuat organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu
kiner-janya, apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan
untuk MMT itu memerlukan modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh
mendasar yang menyangkut kehidupan organisasinya.
1. Filosofi Organisasi
Mengapa organisasi yang dipimpinnya ini ada dan untuk apa ? Jawaban
ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini perlu dikuasai secara baik
oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan dari suatu
organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah
mereka akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke
tujuan yang seharusnya.
2. V i s i
Akan menjadi organisasi yang bagaimanakah organisasi itu di masa depan ?
Orang-orang yang memegang kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke
depan tentang organi-sasinya; mereka ingin mengembangkan organisasinya
itu menjadi organisasi yang bagaimana, yang mampu berfungsi apa dan
bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa apa dan yang bagaimana,
serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini seharusnya
berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar dapat
memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.
3. M i s i
Mengapa kita ada dalam organisasi ini ? Apa tugas yang harus kita
lakukan ? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan
visi tersebut di atas. Bagaimana visi itu akan dapat diwujudkan ?
Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan oleh organisasi agar visi
atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat diwujudkan. Rumusan
tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai dengan baik
dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka dapat
memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.
4. Nilai-nilai (values)
Prinsip-prinsip apa yang diyakini sebagai kebenaran yang berfungsi
sebagai pedoman dalam menjalankan tugas organisasi, dan ingin agar orang
lain dalam organisasi juga mengadopsi prinsip-prinsip tersebut.
Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin, kepelayanan adalah
nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang memegang
kepemimpinan MMT.
5. Kebijakan (policy)
Ialah rumusan-rumusan yang akan disampaikan kepada orang-orang dalam
organisasi sebagai arahan agar mereka mengetahui apa yang harus
dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang kepada para pelanggan.
Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu merumuskan
kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan mutu
seperti yang diinginkan oleh organisasi.
6. Tujuan-tujuan Organisasi :
Ialah hal-hal yang perlu dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang
dan jangka pendek agar memungkinkan orang-orang dalam organisasi
memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka. Tujuan-tujuan organisasi
itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.
7. Metodologi
Adalah rumusan tentang cara-cara yang dipilih secara garis besar dalam
bertindak menuju pewujudan visi dan pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
Metodologi ini terbatas pada garis-garis besar yang perlu dilakukan dan
bukan detil-detil teknik kerja.
Ketujuh hal yang sangat mendasar itu perlu dikuasai dan dalam
implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam merumuskan rencana
strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal itu secara
spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam organisasi,
sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang
diinginkan.
C. Pengertian Kepemimpinan MMT
Untuk menerapkan MMT dalam suatu organisasi diperlukan adanya
kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda dengan kepemimpinan yang tidak
untuk meraih mutu. MMT diterapkan dalam organisasi yang melihat tugas
organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas rutin, yang sama saja
dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan standarnya, dan
kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya. MMT juga
mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat dinamis,
artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan
terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu MMT
memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus
seperti yang akan dibahas berikut ini
1. Fokus pada Kelompok.
Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang
memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada
individu. Hal ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam
kelompok-kelompok. Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang
dalam kelompok, jadi kelompok kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap
ang-gota dalam kelompok. Karena pimpinan selalu menilai kinerja
kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing kelompok akan berusaha
memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan menarik-narik
teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.
2. Melimpahkan wewenang untuk membuat keputusan.
Kepemimpinan MMT tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala
hal, tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau
dia yang memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada
ke-lompok-kelompok yang ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan
terutama untuk hal-hal yang menyangkut cara melaksanakan pekerjaan
secara teknis. Orang-orang yang ada dalam kelompok-kelompok kerja yang
sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari melakukan pekerjaan itulah
yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan karenanya menjadi
lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang pimpinan.
3. Merangsang kreativitas.
Setiap upaya meningkatkan mutu kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan
barang atau menghasilkan jasa, pada dasarnya selalu diperlukan adanya
perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan adanya mutu yang lebih baik
jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa perubahan tidak akan
terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa diciptakan oleh
pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari pimpinan, sebab
kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin justru perlu
merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang
dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan
menghasilkan kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak
selayaknya memaksakan ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat
menghasilkan mutu kinerja seperti yang diharap-kan. Setiap ide baru yang
dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih bermutu dari manapun
asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam organisasi harus dibuat
tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti menghasilkan ide
yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.
4. Memberi semangat dan motivasi untuk berinisiatif dan berinovasi.
Seorang pimpinan MMT selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu
bahwa hanya dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih
baik. Oleh karena itu dia harus selalu mendorong semua orang dalam
organisasinya untuk berani melakukan inovasi-inovasi, baik itu
menyangkut cara kerja maupun barang dan jasa yang dihasilkan. Tentu
semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan evaluasi secara ketat
sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya seo-rang
pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja lama
yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah
organisasi maupun oleh para pe-langgannya.
5. Memikirkan program penyertaan bersama.
MMT selalu mengupayakan adanya kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam
unit-unit organisasi. Program-program mulai dari tahap peren-canaan
sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya dilaksanakan melalui kerjasama,
dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang bersifat individual. Adanya
sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam tim, kelompok atau unit
itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan MMT. Dasarnya adalah
pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan
ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang adalah aset
terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada harus
dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan
organisasi.
6. Bertindak proaktif.
Pemimpin MMT selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan
an-tisipatif. Pemimpin MMT tidak hanya bertindak reaktif yang mulai
mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif
selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa
yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan akibat dan
konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana cara
untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha
meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam
pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan
sebelumnya, dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara
me-ngejutkan dan menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang
reaktif biasanya sudah terlambat atau setidaknya sudah sempat
menimbulkan kerugian atau akibat negatif lainnya.
7. Memperhatikan sumberdaya manusia.
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa orang adalah sumberdaya yang paling
utama dan paling berharga dalam setiap organisasi. Oleh karena itu SDM
harus selalu mendapat perhatian yang besar dari pimpinan MMT dalam arti
selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar kemampuan-kemampuannya
selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan yang meningkat
itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu kinerjanya.
Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang
bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu
direncanakan dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran
sesuai keperluan dan situasi.
8. Bicara tentang adanya persaingan ketat.
Bila berbicara tentang mutu tentu akan terlintas adanya mutu yang tinggi
dan mutu yang rendah. Bila dikatakan bahwa kinerja suatu organisasi itu
tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu organisasi lain yang
kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala sesuatu itu
sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu
menurut MMT. Pimpinan dalam MMT dianjurkan melakukan pem-bandingan
dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan mutu
organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking.
Pimpinan MMT selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan
kalau bisa bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain.
Bila pimpinan berbicara tentang mutu organisasi lain dan kemudian ingin
menyamai atau melebihi mutu organisasi lain itu, berarti pmpinan itu
berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi berusaha mendapatkan
pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik. Usaha ini hanya
akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang mutunya lebih
tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. MMT dikembangkan untuk
memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan MMT selalu harus
menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang
dalam organisasinya.
9. Membina karakter, budaya dan iklim organisasi.
Karakter suatu organisasi tercermin dari pola sikap dan perilaku
orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang cenderung menim-bulkan
rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya perlu dibina
oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung tinggi
nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh
organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan
perlu dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar,
kejujuran, kepelayanan, dan sebagainya. Nilai-nilai yang merupakan
bagian dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap
dan berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya
organisasi itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi
itu menunjang. Olah karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim
organisasinya agar kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan
budaya organisasi tadi. Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan
sistem penghargaan yang mendorong orang untuk bekerja dan berprestasi
lebih baik. Atau pimpinan yang selalu berusaha berperilaku sedemikian
rupa hingga dapat menjadi model yang selalu dicontoh oleh orang-orang
lain.
10. Kepemimpinan yang tersebar.
Pemimpin MMT tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi
akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya
me-nyisakan pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang
pimpinan. Kepemimpinan yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan
pengaruh pada orang lain. Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi
tetap ditangan pimpinan-atas, dan lainnya yang bersifat operasional atau
bersifat teknis disebarkan kepada orang-orang lain sesuai dengan
kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan pengambilan keputusan
itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja tertentu. Dengan demikian
ketergantungan organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi
sebagian besar dari orang-orang dalam organisasi itu memiliki
kemandirian yang tinggi. Kondisi semacam ini tentu saja akan tercapai
melalui penerapan MMT yang baik dan benar, dan setelah melalui proses
pembinaan yang panjang.
Makin banyak dari kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan MMT
semakin baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana
kerja yang kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan
yang diberikan kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk
meningkatkan mutu kinerjanya. Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan
di-praktekkan oleh semua pimpinan , dari yang tertinggi sampai yang
terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma menjadi pola tindak yang
normatif dari semua unsur pimpinan.
-----------, 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003
manajemen pendidikan , Jakarta: Depdiknas RI
-----------,2002. Masalah manajemen pendidikan di Indonesia,
Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Ditjen Dikdasmen - Dik
menum.
http://artikelrande.blogspot.com/2010/07/manajemen-pedidikan.html
Wanto, 2005. manajemen dan pendidikan, Surabaya; Tabloid Nyata IV
Desember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar