Setelah
perselisihan yang panjang Muhammad bertambah yakin atas misinya yang
suci. Muhammad mengarahkan usahanya pertama kali untuk meyakinkan
penduduk negerinya atas kebenaran ajaran barunya, ketauhidan, kebencian
terhadap penyembah berhala, kewajiban manusia untuk tunduk kepada
kemauan Sang Pencipta. Inilah kebenaran dari ajaran yang ditegaskan5.
Muhammad berpikir keras bagaimana cara menyiarkan Islam di kalangan
umatnya yang keras dan masih senang menyembah berhala. Setelah mengajak
anggota keluarga masuk ke dalam naungan Islam, yaitu isterinya Khodijah,
keponakannya Ali bin Abi Thalib, anak angkatnya Zaid bin Haritha,
Muhammad segera mengajak orang dari luar keluarga dari kalangan suku
Quraisy yaitu Abu Bakar bin Abi Quhafah yang menjadi sahabat akrabynya,
dan mendapatkan penghargaan yang tinggi [siddik] karena kesalehan dan
kebijaksaannya, kemudian beberapa pemuda dari golongan miskin mau
memeluk kepercayaan baru ini. Kemudian, dari Abu Bakarlah Islam
diperkenalkan kepada sehabat-sehabatnya yang dipercaya, seperti Usman
Bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Thalhah bin Ubaidillah, Sa’ad bin Abi
Waqqa, Zubair bin al-Awwam, Ubaidah bin Jarrah dan beberapa orang lagi.
Mereka adalah orang-orang pertama yang beriman dengan kepercayaan ini.
Pada
masa awal, Muhammad mempertahankan atau menyebarkan ajarannya dengan
diam-diam selama tiga tahun tetapi orang-orang Quraisy memandang rendah
kepadanya juga kepada shahabat-shahabatnya. Setelah da’wah berjalan tiga
tahun secara diam-diam, Muhammad diperintahkan Allah untuk melakukan
da’wah secara terang-terangan. Dalam Qur’an Surat Al-Hijr [15]:94, “Maka
sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.
Selain itu diperintah Allah swt untuk mengajak para kerabatnya, hal ini
ditegaskan dalam QS. As-Syuara, 26:214, “Dan berikanlah peringatan
kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. Maka, dengan berpedoman pada
ayat tersebut, Muhammad mengajak kaum keluarganya, yaitu Bani Hasyim,
untuk masuk Islam, akan tetapi mereka tidak menghiraukannya, bahkan
pamannya “Abu Lahab” mencemohkannya, hingga turunlah QS al-Lahab,
111:1-5, “Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan
binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang dia
usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan [begitu
juga] isterinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dan
sabut”.
Kaum
Quraisy merasa terancam dengan berkembangnya da’wah Islam. Mereka
berusaha menghalang-halangi da’wah Islam itu dengan berbagai cara,
diantaranya dengan memutuskan hubungan antara kaum muslimin dan suku
Quraisy, menyiksa mereka yang lemah sampai-sampai ada yang dibunuh.
Sekalipun Muhammad dalam lindungan pamannya Abu Thalib, Muhammad dan
pengikutnya selalu menghadapi kesulitan yang besar. Memasuki “tahun
kelima” dari kenabiannya atau 615 M, Muhammad tidak dapat meringankan
penderitaan pengikut-pengikutnya sehingga Muhammad memerintahkan mereka
berhijrah ke Abessinis yang diikuti oleh kira-kira 100 laki-laki dan
perempuan, meninggalkan negeri mereka menuju negeri lain dimana mereka
diterima dengan baik oleh raja Kristen di negeri itu6. Dalam catatan
sejarah, memang kaum Quraisy tidak berani menyakiti Muhammad kerena
beliau mendapatkan perlindungan dari pamannya Abu Thalib yang sangat
disegani kaum Quraisy. Abu Thalib, memeiliki pribadi yang sangat khas,
yaitu disatu sisi membenarkan Islam, membela keponakannya Muhammad,
namun pada kenyataannya tidak pernah mengikuti apa yang dibelanya sampai
ia meninggal. Dan setelah isterinya Khodijah meninggal dunia dan juga
paman pelindungnya Abu Thalib, kaum Quraisy meningkatkan perlawanannya
terhadap da’wah Muhammad dan tahun ini disebut dengan tahun kesedihan
atau “‘amul khuzni”. Kaum Quraisy memboikot kaum muslimin dengan
mengantungkan piagam di atas Ka’bah agar mereka tidak berhubungan dengan
kaum muslimin. Kaum muslimin bersama Muhammad menyalamatkan diri mereka
di cela-cela gunung di luar Mekkah. Mereka mengalami penderitaan yang
sangat berat kerana kekurangan makanan. Setelah piagam itu dimakan rayap
kurang lebih tiga tahun berikutnya, ternyata tak ada di antara kaum
muslimin yang menyatakan ke luar dari Islam dan akhirnya piagam tersebut
dinyatakan batal oleh kaum Quraisy.
Setelah
kaum Quraisy melihat Muhammad tanpa perlindungan yang disegani,
Muhammad dihina dan dicaci maki penduduku setempat. Kaum Quraisy semakin
keras menentang dan mengganggu da’wahnya dan akhirnya Nabi Muhammad
memutuskan untuk mencari tempat lain dimana ajarannya dapat berkembang
dengan pesat yaitu di Tho’if sebuah kota yang terletak kira-kira 70 mil dari kota
Mekkah dan terkenal di jazirah Arab yang merupakan tempat subur bagi
suku Quraisy. Kedatangan Nabi Muhammad dengan ajaran baru tentang
ketauhidan menimbulkan ejekan dan hinaan dari pemimpin Tho’if yang tidak
mengenal rasa belas kasihan sama sekali dan memaksa Muhammad untuk
keluar dari kota
mereka. Dalam perjalanan pulang masa depan Muhammad kelihatan lebih
suram dari pada sebelumnya, kesengsaraan jiwanya dinyatakan dengan
kata-kata yang sama dengan kata Nuh, yaitu : “Nuh berkata: “Ya Tuhanku
sesungguhnya aku telah menyeru kaumku siang dan malam, tetapi seruanku
itu hanya menambah mereka lari dari kebenaran. Dan sesungguhnya setiap
kali aku menyeru, agar supaya Engkau ampuni mereka, mereka memasukkan
anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutup bajunya [kemukanya] dan
mereka tetap mengingkari dan menyombongkan diri dengan sangat [QS,
71:5-7]. Dalam keadaan terjepit dalam upaya menyiarkan agama, Allah
memperkenankan Muhammad untuk langsung menghadap Allah dengan
memperjalankan Muhammad dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa dan
selanjutnya ke Sidratul Muntaha. Peristiwa ini dikenal sebagai peristwa
Israk Mikraj. Melalui peristiwa Israk Mikraj ini Muhammad dapat melihat
siapa di antara umatnya yang benar-benar mantap dengan kepercayaan
kepada Allah Yang Maha Esa dan mereka yang masih diselubungi keraguan.
Pada siatuasi ini Abu Bakar Ash-Shidiq-lah dengan lantang tanpa keraguan
mengungkapkan akan rasa percayanya yang tanpa dicampuri rasa keraguan
akan peristiwa yang dialami Muhammad yaitu Israk Mikraj7. Nabi Muhammad
tak putus asa dalam menyerukan da’wah Islam, dan strategi da’wah mulai
dilakukan “pada musim haji. Muhammad menyebarkan ajaran Islam di
tengah-tengah jemaah haji dari berbagai macam suku Arab, tetapi ajaran
tauhid masih menimbulkan ejekan dan hinaan dari mereka. Bagaimanapun
juga keadaan membuktikan, bahwa Muhammad mulai mengalihkan startegi
da’wahnya dengan lebih baik untuk menyebarkan ajarannya ketika menjumpai
sekelompok kecil dari jemaah haji yang berasal dari Yatsrib [yang
kemudian disebut Madinah]. Penduduk kota ini terdiri dari bani Aws, bani Khazraj, suku Yahudi dari bani Quraisy dan Nadhir.
Walaupun
sudah lama terjadi permusuhan, mereka lebih dapat untuk memahami ajakan
Muhammad daripada menyembah berhala oleh penduduk Mekkah. Mereka
memeluk agama Islam dan pulang ke negeri mereka sebagai missionaries
atau juru da’wah Islam sehingga ajaran baru ini cepat tersebar dari
rumah ke rumah bahkan dari suku ke suku yang lain. Dua tahun sesudah itu
pada musim haji, sekelompok jemaah dari Yatsrib mengajak Muhammad untuk
hijrah atau mengunjungi ke kota
meraka dan mereka akan setia kepadanya [bersumpah setia kepadanya
sebagai atasan atau pimpinan mereka. Mengingat bahwa penduduk Mekkah
tidak banyak berubah dari pendirian menyembah berhala dan selalu
menghalangi dan mengejar-ngejar umat Islam, maka Allah memerintahkan
Muhammad untuk hijrah ke Yatsrib [Madinah]. Pada musim semi tahun 622 M,
umat Islam Mekkah secara diam-diam hijrah ke daerah utara dalam jumlah
yang sedikit. Perjalanan Muhammad mendapatkan rintangan bahkan dikejar
Quraisy, tetapi Muhammad bersebuni di gua Hira yang mendapatkan
perlindungan dari Allah dengan kejadian yang tidak mampu dinalar oleh
akal membuat sarangnya di pintu gua dan burung merpati liar tinggal di
atas pohon] yang mengalihkan perhatian kaum Quraisy Mekkah dan Nabi
Muhammad lepas dari pengejaran kaum Quraisy tersebut. Nabi Muhammad
menlanjutkan perjalanan ke Yatsrib dan dalam perjalanan Nabi Muhammad
melaksanakan “shalat Jum’at pertama kali” dengan suku bani Salim dalam
perjalanan menuju Yathrib [Madinah]. Nabi Muhammad tiba di Yatsrib
[Madinah] dengan kemenangan dan peristiwa hijrah inilah yang menandakan
berakhirnya jahiliyah dan dimulainya masa Muhammad. Peristiwa hijrah,
tercatat sebagai salah satu lembaran penting dalam “peradaban Islam”
pada masa Muhammad. Di Madinah Nabi Muhammad segera membangun Masjid,
membangun masyarakat baru yaitu sebuah masyarakat madani atau masyarakat
sipil dengan tatanan sosial yang kokoh.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa perjuangan da’wah Islam yang dilakukan
Nabi Muhammad di Mekkah ditekankan pada “penanaman dasar-dasar keimanan”
yang berlangsung selama 13 tahun. Hal ini berbeda dengan saat Nabi
Muhammad berada di Madinah, karena di ibu kota Islam yang baru ini, Nabi
Muhammad segera menerapkan membangun sebuah masyarat baru dengan
“syariat Islam” dan pembangunan ekonomi, sebagai dasar kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Artikel : Fikir Muslim Indonesia
Artikel : Fikir Muslim Indonesia
IJIN COPAS BUAT TUGAS KULIAH YAAA...
BalasHapus