Sementara itu, Briggs (1977) berpendapat
bahwa media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan
isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya.
Sedangkan, National Education Associaton (1969) mengungkapkan
bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak
maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras. Dari ketiga
pendapat di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran,
perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya
proses belajar pada diri peserta didik.
Brown (1973) mengungkapkan bahwa media
pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dapat
mempengaruhi terhadap efektivitas pembelajaran. Pada mulanya, media
pembelajaran hanya berfungsi sebagai alat bantu guru untuk mengajar yang
digunakan adalah alat bantu visual. Sekitar pertengahan abad Ke –20
usaha pemanfaatan visual dilengkapi dengan digunakannya alat audio,
sehingga lahirlah alat bantu audio-visual. Sejalan dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), khususnya dalam bidang
pendidikan, saat ini penggunaan alat bantu atau media pembelajaran
menjadi semakin luas dan interaktif, seperti adanya komputer dan
internet.
Media memiliki beberapa fungsi, diantaranya :
- Media pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para peserta didik. Pengalaman tiap peserta didik berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang menentukan kekayaan pengalaman anak, seperti ketersediaan buku, kesempatan melancong, dan sebagainya. Media pembelajaran dapat mengatasi perbedaan tersebut. Jika peserta didik tidak mungkin dibawa ke obyek langsung yang dipelajari, maka obyeknyalah yang dibawa ke peserta didik. Obyek dimaksud bisa dalam bentuk nyata, miniatur, model, maupun bentuk gambar – gambar yang dapat disajikan secara audio visual dan audial.
- Media pembelajaran dapat melampaui batasan ruang kelas. Banyak hal yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas oleh para peserta didik tentang suatu obyek, yang disebabkan, karena : (a) obyek terlalu besar; (b) obyek terlalu kecil; (c) obyek yang bergerak terlalu lambat; (d) obyek yang bergerak terlalu cepat; (e) obyek yang terlalu kompleks; (f) obyek yang bunyinya terlalu halus; (f) obyek mengandung berbahaya dan resiko tinggi. Melalui penggunaan media yang tepat, maka semua obyek itu dapat disajikan kepada peserta didik.
- Media pembelajaran memungkinkan adanya interaksi langsung antara peserta didik dengan lingkungannya.
- Media menghasilkan keseragaman pengamatan
- Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit, dan realistis.
- Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
- Media membangkitkan motivasi dan merangsang anak untuk belajar.
- Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari yang konkrit sampai dengan abstrak
Terdapat berbagai jenis media belajar, diantaranya:
- Media Visual : grafik, diagram, chart, bagan, poster, kartun, komik
- Media Audial : radio, tape recorder, laboratorium bahasa, dan sejenisnya
- Projected still media : slide; over head projektor (OHP), in focus dan sejenisnya
- Projected motion media : film, televisi, video (VCD, DVD, VTR), komputer dan sejenisnya.
Sejalan dengan perkembangan IPTEK penggunaan media, baik yang bersifat visual, audial, projected still media maupun projected motion media
bisa dilakukan secara bersama dan serempak melalui satu alat saja yang
disebut Multi Media. Contoh : dewasa ini penggunaan komputer tidak hanya
bersifat projected motion media, namun dapat meramu semua jenis media yang bersifat interaktif.
Kriteria yang paling utama dalam
pemilihan media bahwa media harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran
atau kompetensi yang ingin dicapai. Contoh : bila tujuan atau
kompetensi peserta didik bersifat menghafalkan kata-kata tentunya media
audio yang tepat untuk digunakan. Jika tujuan atau kompetensi yang
dicapai bersifat memahami isi bacaan maka media cetak yang lebih tepat
digunakan. Kalau tujuan pembelajaran bersifat motorik (gerak dan
aktivitas), maka media film dan video bisa digunakan. Di samping itu,
terdapat kriteria lainnya yang bersifat melengkapi (komplementer),
seperti: biaya, ketepatgunaan; keadaan peserta didik; ketersediaan; dan
mutu teknis.
Sumber-Sumber yang Mempengaruhi Teknologi Pembelajaran
Teknologi pembelajaran dapat dilihat sebagai bidang yang mempunyai
perhatian khusus terhadap aplikasi, meskipun prinsip dan prosedurnya
berdasar pada teori. Kawasan bidang ini telah melalui pergulatan antara
pengaruh nilai, penelitian,dan pengalaman praktisi, khususnya pengalaman
dengan teknologi yang digunakan dalam pembelajaran.
Bidang ini kemudian berkembang tidak hanya berupa pengetahuan teoritik tetapi juga pengetahuan praktis.
Setiap
kawasan dibentuk oleh : (1) landasan penelitian dan teori; (2) nilai
dan perspektif yang berlaku; (3) kemampuan teknologi itu sendiri.
1. Pengaruh Teori dan Penelitian
Teknologi
Pembelajaran telah dipengaruhi oleh teori dari berbagai bidang kajian.
Akar teori ini dapat ditemui dalam berbagai disiplin, termasuk :
psikologi, rekayasa, komunikasi, ilmu komputer, bisnis, dan pendidikan
secara umum.
Secara singkat, pengaruh teori dan penelitian terhadap masing-masing kawasan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Desain
Teori
sistem umum diterapkan melalui aplikasi model-model perancangan sistem
pembelajaran, terutama dengan didukung logika deduktif, penilaian
praktek dan pengalaman yang sukses. Hasil-hasil penelitian yang ada
tentang desain sistematik dapat mendukung terhadap komponen-komponen
proses perancangan.
Penelitian
dan teori psikologi yang berkembang pun telah memberikan kontribusi
terhadap perancangan, baik yang dikembangkan oleh kelompok aliran
psikologi behaviorisme, maupun kognitivisme dan konstruktivisme. Selain
itu, sumbangsih teori dan penelitian psikologi tentang motivasi juga
berpengaruh terhadap proses perancangan.
Teori
dan penelitian tentang Belajar-Mengajar memiliki pengaruh terhadap
desain, baik dalam penentuan tugas-tugas belajar, penentuan tujuan
pembelajaran, pemilihan metode dan media pembelajaran, penentuan materi
pembelajaran dan sebagainya.
Teori
komunikasi dan penelitian tentang pesepsi-atensi telah memberikan
pengaruh terhadap proses perancangan, seperti dalam tata letak, halaman,
desain layar, desain grafis visual. Studi yang dilakukan Flemming
(1987) menyimpulkan tentang karakteristik-karakteristik persepsi yang
relevan untuk perancangan, meliputi : pengorganisasian, perbandingan dan
kontras, warna kemiripan, nilai dan informasi yang disajikan.
b. Pengembangan
Proses
pengembangan bergantung pada prosedur desain, akan tetapi
prinsip-prinsip utamanya diturunkan dari hakekat komunikasi dan proses
belajar. Pada kawasan pengembangan tidak hanya dipengaruhi oleh teori
komunikasi semata, tetapi juga oleh teori pemrosesan visual-audial,
berfikir visual, dan estetika.
Teori
Shannon dan Weaver (1949) tentang proses penyampaian pesan dari
pengirim kepada penerima dengan menggunakan sarana sensorik. Berikutnya,
pemikiran Belo tentang Model SMCR (Sender, Massage, Channel, Receiver), dan beberapa teori lainnya dalam bidang komunikasi secara umum telah menjadi landasan dalam proses pengembangan.
Proses
pengembangan juga telah dipengaruhi oleh teori berfikir visual, belajar
visual dan komunikasi visual. Teori berfikir visual sangat berguna
terutama dalam mencari ide untuk perlakuan berfikir visual. Menurut
Seels (1993) bahwa berfikir visual merupakan manipulasi bayangan mental
dan asosiasi sensor dan emosi. Arnhem (1972) menjelaskan berfikir visual
sebagai fikiran kiasan dan di bawah sadar. Berfikir visual menuntut
kemampuan mengorganisasi bayangan sekitar unsur-unsur garis, bentuk,
warna, tekstur, atau komposisi..
Sementara
itu, prinsip-prinsip estetika juga menjadi landasan dalam proses
pengembangan. Molenda dan Russel (1993) mengidentifikasi unsur kunci
seni yang digunakan dalam perancangan visual, yaitu : pengaturan,
keseimbangan dan kesatuan.
Teori
dan penelitian dalam bidang komputer yang dikombinasikan dengan
teori-teori lainnya, khususnya dengan teori pembelajaran telah
memungkinkan lahirnya berbagai bentuk pembelajaran, seperti pembelajaran
jarak jauh yang di dalamnya memerlukan prinsip-prinsip komunikasi umum,
prinsip-prinsip desain grafis, prinsip-prinsip belajar interaktif dan
teknologi elektronik yang canggih.
c. Pemanfaatan
Pada
mulanya gagasan tentang pemanfaatan media lebih berkonotasi pada
aspek-aspek penggunaan, sehingga teori dan penelitian lebih dipusatkan
pada hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan media, terutama mengkaji
tentang masalah-masalah seputar penggunaan media secara optimal,
kemudian berkembang dengan mencakup pada upaya difusi, karena bagaimana
pun disadari bahwa pemanfaatan teknologi sangat bergantung pada proses
difusi. Rogers (1962) mengeksplorasi tentang gejala difusi inovasi.
Menurut Rogers, terdapat empat elemen utama yang beroperasi dalam proses
difusi, yaitu : (1) bentuk atau karakter inovasi itu sendiri, (2)
saluran komunikasi yang ada, (3) waktu, dan (4) sistem sosial yang
berlaku. Studi Havelock (1971) tentang model pengembangan dan penyebaran
dan interaksi sosial, lebih menekankan pada usaha-usaha menghubungkan
para pemakai dengan sumber pengetahuan baru. Studi Lazarfield (1944)
mengungkapkan tentang informasi yang sampai kepada para tokoh yang
berpengaruh (opnion leaders), yang pada awalnya berupa transfer informasi sederhana, kemudian informasi itu diteruskan kepada para pengikutnya.
Dari
berbagai pengalaman kegagalan inovasi teknologi pada skala besar, telah
mendorong perlunya perencanaan dan perubahan keorganisasian,
administratif dan individu (Cuban, 1986). Sekarang ini muncul
perkembangan pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara organisasi
beradaptasi dengan tantangan masyarakat modern, dengan segala sistem
pemasaran yang baru, teknologi baru dan tuntutan perubahan yang terus
menerus, sehingga pada akhirnya menggiring pemanfaatan sebagai
implementasi dan institusionalisasi.
d. Pengelolaan
Persoalan-persoalan
pengelolaan dalam bidang Teknologi Pembelajaran muncul akibat pengaruh
aliran perilaku dan berfikir sistematik behaviorisme serta aspek
humanisme dalam komunikasi, motivasi, dan produktivitas. Metodologi dan
teori pengelolaan telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang
pengelolaan sumber dan proyek, termasuk pengelolaan perubahan. Sebagian
besar prinsip-prinsip pengelolaan berasal dari manajemen/administrasi
bisnis, seperti dalam pengelolaan proyek, pengelolaan sumber dan
efektivitas pembiayaan.
Pengelolaan
proyek sebagai suatu konsep, pada awalnya diperkenalkan sebagai “cara
yang efisien dan efektif dalam menghimpun suatu tim, dimana pengetahuan
dan keahlian anggotanya sesuai dengan siatuasi unik dan tuntutan teknis
jangka pendek yang ditentukan oleh pemberi kerja”(Rothwell dan Kazanas,
1992).
Pengelolaan
sumber telah lama menjadi masalah utama bagi guru dan petugas
perpustakaan media karena keduanya diharapkan sebagai manajer sumber
belajar. Sekarang ini konsep sumber lebih mengacu pada pengertian sumber
belajar yang lebih luas dan bukan sekedar diartikan sebagai sarana
audio-visual, melainkan mencakup pula barang cetak, lingkungan dan nara
sumber (Eraut, 1989)
Akhir-akhir
ini mulai tumbuh perhatian mengenai efektivitas pembiayaan, sehingga
kerangka teori ekonomi pun mulai digunakan dalam teknologi pembelajaran,
seperti penggunaan teori ekonomi pengelolaan sumber yang dikembangkan
oleh Henderson dan Quandt (1980).
Kelanjutan
dari pengelolaan sumber ini adalan pengelolaan sistem penyampaian, yang
berkaitan dengan sarana, seperti perangkat lunak dan keras, dukungan
teknis untuk operator dan pemakai, serta karakteristik lain tentang
pengoperasian sistem teknologi. Ini merupakan era baru praktek
mendahului analisis teoritik tentang model.
Komponen
terakhir dari masalah pengelolaan adalah pengelolaan informasi. Teori
informasi melahirkan suatu landasan yang dapat digunakan untuk memahami
dan memprogram komputer. Hal ini berhubungan dengan perancangan dan
penggunaan jaringan komputer untuk tranmisi, penerimaan dan penyimpanan
informasi. Penerapan teori informasi ini jangkauannya semakin luas,
dengan mencakup berbagai bidang kehidupan.
e. Penilaian
Analisis,
asesmen dan penilaian memainkan peranan penting dalam proses desain
pembelajaran dan teknologi pembelajaran. Pada awalnya, penilaian sering
dihubungkan dengan orientasi behavioristik. Tumbuhnya desain
pembelajaran yang beorientasi pada tujuan (tercapainya perubahan
perilaku), sehingga memunculkan pengujian dengan menggunakan acuan
patokan. Hal ini terjadi pula dalam analisis kebutuhan atau analisis
masalah.
Dengan
masuknya pandangan kognitivisme dan konstruktivisme dalam desain
pembelajaran, telah membawa implikasi terhadap proses analisis kebutuhan
dengan cakupan yang lebih luas, yang tidak hanya berfokus pada isi
semata, tetapi juga memberikan perhatian pada analisis pembelajar,
analisis organisasi dan analisis lingkungan (Richey, 1992; Tessmer dan
Harris, 1992). Penilaian dengan paradigma kognitif lebih banyak
diorientasikan untuk kepentingan fungsi diagnostik.
2. Nilai dan Perspektif Alternatif
Pada
umumya nilai-nilai yang ada akan berfungsi sebagai landasan berfikir
dan berbuat. Nilai-nilai ini mungkin berasal dari pelatihan dan
pengalaman kerja yang sama, pembudayaan dari teori-teori atau
karakteristik pribadi orang yang tertarik terhadap Teknologi
Pembelajaran . Secara khusus, nilai-nilai yang mempengaruhi terhadap
perkembangan Teknologi Pembelajaran, yaitu : (a) replikabilitas
pembelajaran; (b) individualisasi; (c) efisiensi; (d) penggeneralisasian
proses isi lintas; (e) perencanaan terinci; (f) analisis dan
spesifikasi; (g) kekuatan visual; (h) pemanfaatan pembelajaran bermedia.
Konsep
paradigma alternatif dalam menemukan pengetahuan baru-baru ini telah
menjadi fokus utama dalam berbagai disiplin ilmu. Dalam perpektif
ilmiah, paradigma alternatif ini memiliki kecenderungan untuk menerima
metodologi penelitian kualitatif, penelitian fenomenologis dan gerakan
ke arah psikologi kontruktivis. Teknologi pembelajaran juga merasakan
pengaruh ini, sebagai contoh Striebel (1991) mengemukakan pendapatnya
bahwa komputer bukanlah hanya sekedar bentuk sistem penyampaian, tetapi
sebagai suatu lingkungan yang memiliki nilai-nilai tertentu dengan
segala kecenderungannya. Bowers (1988) juga memberikan suatu tantangan
yang meragukan bahwa teknologi betul-betul bersifat netral dan dapat
dibentuk untuk memenuhi segala tujuan yang diinginkan.
Gerakan
psikologi konstruktivisme telah mempengaruhi terhadap Teknologi
Pembelajaran. Menurut pandangan konstruktivisme bahwa disamping adanya
relaitas fisik, namun pengetahuan kita tentang realitas dibangun dari
hasil penafsiran pengalaman. Makna atas sesuatu tidak akan terlepas dari
orang yang memahaminya. Belajar merupakan suatu rangkaian proses
interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi
tersebut kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Konstruktivisme
cenderung mempersoalkan perancangan lingkungan belajar daripada
pentahapan kegiatan pembelajaran. Lingkungan belajar ini merupakan
konsteks yang kaya, baik berupa landasan pengetahuan, masalah yang
otentik, dan perangkat otentik yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Nampaknya, ada semacam keengganan terhadap adanya perumusan pengetahuan
secara rinci yang harus dikuasai, dan kengganan terhadap simplikasi atau
regulasi isi, karena semua proses itu akan meniadakan arti penting
konteks yang kaya yang memungkinkan terjadinya transfer.
Perspektif
alternatif lain yang mempengaruhi teknologi pembelajaran adalah dari
kelompok yang memandang penting atas keunggulan belajar situasional (situated learning).
Belajar situasional terjadi bilamana siswa mengerjakan “tugas otentik”
dan berlangsung di latar dunia nyata. Belajar semacam ini tidak akan
terjadi bilamana pengetahuan dan keterampilan tidak diajarkan secara
kontekstual”. Bila orang menekankan pada belajar situasional, maka
logika kelanjutannya adalah memahami belajar sebagai suatu proses yang
aktif, berkesinambungan dan dinilai lebih pada aplikasi daripada sekedar
perolehan.
Gerakan
teknologi kinerja yang lebih berbasis terapan (Geis, 1986) juga
mengajukan perspektif alternatif lain dalam Teknologi Pembelajaran. Para
teknololog kinerja cenderung mengidentifikasi kebutuhan bisnis dan
tujuan organisasinya daripada tujuan belajar. Teknologi kinerja sebagai
suatu pendekatan pemecahan masalah adalah suatu produk dari berbagai
pengaruh teori seperti cybernetic, ilmu menajemen, dan ilmu kognitif (Geis, 1986).
Para
teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi pembelajaran sebagai
suatu solusi dalam memecahkan masalah. Teknolog kinerja akan cenderung
memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan
personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi.
Filsafat
alternatif pun turut mewarnai terhadap perkembangan teknologi
pembelajaran. Filsafat alternatif ini berkembang dari kelompok
post-modernis (pasca-modern), yang telah melakukan analisis kritis
terhadap berbagai landasan keyakinan tradisional dan nilai-nilai dalam
bidang Teknologi Pembelajaran. Dalam perspektif post-modern, bahwa
teknologi pembelajaran sebagai suatu kiat sekaligus sebagai ilmu. Hlynka
(1991) menjelaskan bahwa post-modern adalah suatu cara berfikir yang
menjunjung prinsip keanekaragaman, temporal dan kompleks, dari pada
bersifat universal, stabil dan sederhana.
Banyak
implikasi filsafat post-modern untuk praktek dan teori desain sekarang
ini, terutama tentang orientasi pemikiran yang menggunakan paradigma
desain baru, dan tidak bersandarkan pada model desain yang sistematis.
Filsafat post-modern lebih menyenangi pada hal-hal yang bersifat terbuka
dan fleksibel, dari pada hal-hal yang tertutup, terstruktur dan kaku
(Hlynka, 1991)
3. Pengaruh Teknologi
Kekuatan
teknologi pembelajaran memang terletak pada teknologi itu sendiri.
Kemajuan dalam teknologi akan banyak merubah hakekat praktek dalam
bidang teknologi pembelajaran. Teknologi telah memberikan prospek
munculnya stimulus yang realistik, memberikan akses terhadap sejumlah
besar informasi dalam waktu yang cepat, menghubungkan informasi dan
media dengan cepat, dan dapat menghilangkan jarak antara pengajar dan
pembelajar (Hannfin, 1992). Perancang yang terampil dan kreatif dapat
menghasilkan produk pembelajaran yang dapat memberikan keunggulan dalam :
(a) mengintegrasikan media; (b) menyelenggarakan pengemdalian atas
pembelajar yang jumlahnya hampir tidak terbatas, dan bahkan (c)
mendesain kembali untuk kemudian disesuaikan kebutuhan, latar belakang
dan lingkungan kerja setiap individu.
Teknologi,
disamping mampu menyediakan berbagai kemungkinan tersedianya media
pembelajaran yang lebih bervariasi, juga dapat mempengaruhi praktek di
lapangan dengan digunakannya sarana berbasis komputer untuk menunjang
tugas perancangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar